Rabu, 26 November 2014

Cerpen: Tujuh Belas Agustus-an


*****

Onit memutar-mutar kabel telpon dengan tidak sabar, pasalnya Ata, sohibnya, tidak juga memberikan jawaban atas ajakannya untuk menonton Pagelaran Pentas Seni besok, “Gimana Ta, mau ikut nggak? Ayo kapan lagi kita bisa nonton konsernya Apollo? Ferdi Ta, Ferdi! Lo nggak mau liat tampang imut bassis band Apollo itu?”

“Mau sih, tapi Nit, besok di sekolah ‘kan ada upacara tujuh belasan,” ujar Ata bingung.

“Yee… bolos sekali aja ‘kan nggak apa-apa. Lagian ngapain juga ikut upacara, bikin boring n’ capek aja. Mendingan juga kita nonton pen-si di Lebak Bulus. Gue jamin acaranya pasti jauh lebih seru!” Onit masih sibuk meyakinkan Ata.

“Mmh… gimana ya? Pengin banget sih. Tapi enggak ah, aku takut ketahuan bolos sama Pak Joko, nanti diskors lagi.” Ata khawatir.

“Aduh, kasian deh elo. Pak Kepsek aja ditakutin, mana mungkin sih dia sempat nyebarin buku absen? Ya udah kalau elo nggak mau juga nggak apa-apa. Gue pergi sendiri aja!” sahut Onit ketus.

“Terus tiket yang sudah kamu beliin buat aku gimana?”

“Tenang, tiket elo nggak mubazir kok, masih bisa gue kasih ke Rio, sepupu gue. Dah Ata, selamat berupacara ria. Salam ya buat Pak Joko. Nanti gue ceritain deh bagaimana cakepnya Ferdi. Bye!” goda Onit kemudian menutup gagang telponnya dengan sebal, “Mmh, dasar Ata penakut. Diajakin senang-senang malah milih yang susah, milih ikut upacara tujuh belasan lagi? Tiap tahun ‘kan acaranya cuma gitu-gitu aja, habis upacara pasti ada perlombaan. Balap karung, makan kerupuk; norak banget ah, nggak menarik! He… he… mendingan nonton pertunjukkannya Apollo, uh Ferdi kamu cakep banget deh. Muah…” Onit menciumi wajah Ferdi, bassis band Apollo, yang terpampang pada poster di dinding kamarnya.

Malamnya Onit tidak bisa terlelap, ia terlalu kegirangan menghadapi hari esok. Bagaimana tidak, Rio, sepupunya, ternyata kenal sama Ferdi cowok idamannya itu. Dan besok rencananya, Onit bakal diajak keback stage untuk kenalan sama masing-masing personil band Apollo tersebut. Wah berarti besok dia mesti dandan yang keren, ‘kan mau ketemu Ferdi. Selain itu Onit juga nggak mau kehilangan kesempatan untukngecengin personil Apollo yang lain seperti: Alex, Chris, dan PeeWee.

“Ih, nggak bisa bayangin mukanya Ata kalau besok lusa gue kasih lihat kumpulan tanda tangan mereka. Lagian siapa suruh diajak nggak mau? Yes!” teriak girang Onit dalam hati sambil memukuli bantalnya, kemudian akhirnya tertidur karena lelahnya.

*****

Onit menerima boneka Teddy Bear yang diberikan Ferdi untuknya, hatinya senang sekali.

“Ini kenang-kenangan untuk fans cantik seperti kamu Nit,” dan Ferdi pun menghadiahi kecupan manis di pipi Onit.

“Ih, tidur kok sambil senyum-senyum sih? Ayo Onit bangun!” teriakan Mama membuyarkan impian Onit.

“Ah, Mama bangunin aja ‘kan mimpinya lagi seru,” Onit kesal, ternyata tadi hanya bermimpi.

“Udah ah jangan merengek-rengek seperti itu. Cepat mandi sana, nanti telat ke sekolah loh!”

Onit mengeluh, “Mama, pagi-pagi kok udah dibangunin sih? ‘Kan sekarang tanggal merah?”

“Iya tapi hari ini tanggal tujuh belas Agustus. Bukannya kamu harus ke sekolah untuk upacara bendera?” tanya Mama.

Onit terkesiap, ia lupa menyiapkan rencana untuk mengelabui Mamanya, “Ah, nggak ada upacara kok, hari ini ‘kan sekolah libur,” Onit berbohong.

“Libur? Biasanya tiap tanggal tujuh belas Agustus ada upacara di sekolah? Mmh, pasti kamu bohong sama Mama deh?”

“Nggak kok!” seru Onit panik, “Tahun ini nggak ada upacara di sekolah. Menurut bapak Kepala Sekolah, anak-anak lebih baik menonton siaran upacara bendera di tv aja. ‘Kan lebih punya makna dan arti Ma, daripada harus upacara di sekolah. Lagipula percuma Ma, di sekolah anak-anak pasti nggak ada yangnyimak jalannya upacara,” yakin Onit.

“Oh ya?” Mama tetap tidak yakin, “Mmh… tapi justru kebetulan kalau begitu, hari ini Mama dan Papa mesti mengurusi perkebunan di Lembang. Mama jadi bisa berangkat pagi-pagi dan punya banyak waktu untuk menyelesaikan masalah di sana karena nggak usah repot-repot nganterin dan jemput kamu di sekolah.”

Onit berseru girang, tidak menyangka rencananya bakal sukses seperti ini, “Ya udah, Mama pergi aja. Have fun ya di sana!”

“Tapi kamu nggak boleh main kemana-mana ya. Kamu harus jaga rumah!” perintah Mama.

“Eng… iya donk Ma! Pasti Onit bakal jaga rumah baik-baik,” sahut Onit nggak yakin.

*****

“Jam berapa sih Apollo-nya bakal main?” tanya Onit pada Rio sambil sesekali melirik arlojinya.

“Ih, nggak sabaran amat sih?! Mereka ‘kan band terkenal, nah yang beken-beken itu biasanya tampil belakangan,” ujar Rio kesal.

“Tapi sekarang ‘kan sudah jam empat sore, mau nunggu mereka sampai jam berapa lagi nih?” Onit semakin gelisah.

“Eh, bisa diam nggak? Nanti kalau elo masih cerewet terus, nggak gue ajak ke back stage loh!” ancam Rio.

“Hah! Jangan begitu dong, iya deh gue nggak akan cerewet lagi!” janji Onit.

Dan tepat lima belas menit kemudian…

“Sekarang kita saksikan penampilan group band yang paling kita tunggu-tunggu… Apollo!” teriakan pembawa acara membahana diikuti sorak-sorai para penonton di lapangan tersebut. Onit mengguncang-guncang tangan Rio saking senangnya, sementara Rio menatap gadis itu dengan pandangan sebal.

“Good afternoon everybody!” sapa Alex, sang vokalis.

“Loh Rio! Ferdi-nya mana, kok nggak ada?” tanya Onit tiba-tiba.

“Oh iya ya, tuh posisi bassis-nya digantiin sama Jerry, personilnya Acapulco,” jelas Rio.

Kemudian Alex, vokalis band tersebut memberi penjelasan, “Maaf teman-teman, Ferdi nggak bisa tampil karena saat ini dia sedang ada urusan penting di tempat lain. Dan Jerry untuk sementara menggantikan posisi Ferdi. Ayo kita kasih tepuk tangan untuk Jerry!” penonton pun bersorak-sorai.

Dan Onit yang kecewa akhirnya pergi meninggalkan tempat itu diikuti Rio yang berlari-lari mengejarnya.

*****

“Halo Onit ya? Bagaimana pertunjukannya, seru nggak?” tanya Ata.

“Udah jangan tanya-tanya. Gue lagi dihukum disuruh jahit bantal yang bolong-bolong nih.”

“Wah ketahuan kabur dari rumah ya?” goda Ata, “Eh, terus gimana penampilannya Apollo? Ferdinya cakep?” tanya Ata sambil cekikikan.

“Sebel!” pekikan Onit membahana di sepanjang kabel telepon, “Elo tahu ‘kan kalau gue cuma mau ketemu Ferdi, eh dia malahan gak bisa tampil. Pakai alasan ada urusan penting segala-lah, payah!”

“Oh begitu. Aku tahu kok Ferdi ada urusan penting dimana,” sahut Ata genit.

Onit memperbaiki posisi gagang teleponnya, “Memangnya dia ada di mana?” tanyanya penasaran.

“Ada di sekolah!”

“Di sekolah? Maksudnya?”

“Begini nih, setelah upacara dan acara lomba selesai. Pak Joko buat kejutan sama kita dengan mendatangkan Ferdi, bassisnya Apollo itu, untuk menghibur kita. Tahu ‘kan kalau Ferdi alumnus SMU kita. Nah dia nyanyi bareng anak-anak paduan suara, termasuk aku. Uh, ternyata dia jago nyanyi juga loh. Mestinya kamu nggak bolos upacara Nit, rugi banget deh.”

Onit tercengang, “Jadi…si Ferdi tadi ke sekolah? Ah, sebel-sebel!” sesal Onit.

Ata ketawa, “Iya Nit, duh kamu bener loh. Dari jarak yang bisa diukur pakai penggaris 30 sentian, si Ferdi benar-benar kelihatan cakep banget deh! Aku jadi makin naksir sama tuh orang. Oh iya buat menghibur kamu, besok aku bawain foto-fotonya ya!”

Onit mingkem. Dia mogok ngomong.

“Oh iya Nit, ada pesan dari Ibu Ambar nih. Besok pagi kamu disuruh menghadap Pak Joko, karena tadi cuma kamu satu-satunya anak yang nggak masuk sekolah,” lapor Ata.

Onit jadi ketakutan setengah mati, “Ha! Aduh mati gue, kalau gue ketahuan bolos bisa diskors donk.”

“Yah semoga nggak deh. Eh, Nit...”

“Aduh… apaan lagi sih?”

Ata ketawa ngakak, “Emang enak nggak ketemu sama Yayang Ferdy? Huehehe…kacian deh elo!” Ata makin ngakak sambil diiringi sumpah serapah Onit.

-END-

0 komentar:

Posting Komentar